Posted by : Lovalia
Senin, 07 Maret 2016
8 MARET ini, dunia
sedang merayakan Hari Perempuan Internasional. Hari Perempuan Internasional
nyaris seirisan dengan gerakan feminisme. Gerakan feminis sendiri dimulai sejak
akhir abad ke- 18, namun diakhiri abad ke-20, suara wanita di bidang hukum,
khususnya teori hukum, muncul dan berarti. Hukum feminis yang dilandasi
sosiologi feminis, filsafat feminis dan sejarah feminis merupakan perluasan
perhatian wanita dikemudian hari. Di akhir abad 20, gerakan feminis banyak
dipandang sebagai sempalan gerakan Critical Legal Studies, yang pada intinya
banyak memberikan kritik terhadap logika hukum yang selama ini digunakan, sifat
manipulatif dan ketergantungan hukum terhadap politik, ekonomi, peranan hukum
dalam membentuk pola hubungan sosial, dan pembentukan hierarki oleh ketentuan
hukum secara tidak mendasar. Dalam hal ini, kesetaraan gender seringkali
digaungkan.
Dalam pandangan hukum
Islam, segala sesuatu diciptakan Allah dengan kodrat. Demikian halnya manusia,
antara laki-laki dan perempuan sebagai individu dan jenis kelamin memiliki
kodratnya masing-masing. Al-Qur'an mengakui adanya perbedaan anatomi antara
laki-laki dan perempuan. Al-Qur'an juga mengakui bahwa anggota masing-masing
gender berfungsi dengan cara merefleksikan perbedaan yang telah dirumuskan
dengan baik serta dipertahankan oleh budaya, baik dari kalangan kaum laki-laki
maupun perempuan sendiri.
Kodrat perempuan sering
dijadikan alasan untuk mereduksi berbagai peran perempuan di dalam keluarga
maupun masyarakat, kaum laki-laki sering dianggap lebih dominan dalam memainkan
berbagai peran, sementara perempuan memperoleh peran yang terbatas di sektor
domestik. Kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat pun memandang bahwa
perempuan sebagai makhluk yang lemah, emosional, halus dan pemalu sementara
laki-laki makhluk yang kuat, rasional, kasar serta pemberani. Anehnya
perbedaan-perbedaan ini kemudian diyakini sebagai kodrat, sudah tetap yang
merupakan pemberian Tuhan. Barang siapa berusaha merubahnya dianggap menyalahi
kodrat bahkan menentang ketetapan Tuhan.
Peran dan status
perempuan dalam perspektif Islam selalu dikaitkan dengan keberadaan laki-laki.
Perempuan digambarkan sebagai makhluk yang keberadaannya sangat bergantung
kepada laki-laki. Sebagai seorang anak, ia berada di bawah lindungan perwalian
ayah dan saudara laki-laki, sebagai istri bergantung kepada suami. Islam
menetapkan perempuan sebagai penenang suami, sebagai ibu yang mengasuh dan
mendidik anak dan menjaga harta benda serta membina etika keluarga di dalam
pemerintahan terkecil.
Al-Qur'an tidak
mengajarkan diskriminasi antara lelaki dan perempuan sebagai manusia. Di
hadapan Tuhan, lelaki dan perempuan mempunyai derajat yang sama, namun
masalahnya terletak pada implementasi atau operasionalisasi ajaran tersebut.
Kemunculan agama pada dasarnya merupakan jeda yang secara periodik berusaha
mencairkan kekentalan budaya patriarkhi. Oleh sebab itu, kemunculan setiap
agama selalu mendapatkan perlawanan dari mereka yang diuntungkan oleh budaya
patriarkhi. Sikap perlawanan tersebut mengalami pasang surut dalam perkembangan
sejarah manusia.
Semua dimungkinkan
terjadi karena pasca kerasulan Muhammad, umat sendiri tidak diwarisi aturan
secara terperinci (tafshily) dalam memahami Al-Qur'an. Di satu sisi Al-Qur'an
mengakui fungsi laki-laki dan perempuan, baik sebagai individu maupun sebagai
anggota masyarakat. Namun tidak ada aturan rinci yang mengikat mengenai
bagaimana keduanya berfungsi secara kultural. Berbeda pada masa kenabian
superioritas dapat diredam. Keberadaan nabi secara fisik sangat berperan untuk
menjaga progresivitas wahyu dalam proses emansipasi kemanusiaan. Persoalannya,
problematika umat semakin kompleks dan tidak terbatas seiring perkembangan
zaman, sementara Al-Qur'an sendiri terdapat aturan-aturan yang masih bersifat
umum dan global (mujmal) adanya.
Al Qur’an secara umum
dan dalam banyak ayatnya telah membicarakan relasi gender, hubungan antara
laki- laki dan perempuan, hak- hak mereka dalam konsepsi yang rapi, indah dan
bersifat adil. Kesetaraan yang telah di akui oleh Al Qur’an itu, bukan berarti
harus sama antara laki- laki dan perempuan dalam segala hal. Untuk menjaga
kesimbangan alam (sunnatu tadafu’), harus ada sesuatu yang berbeda, yang
masing-masing mempunyai fungsi dan tugas tersendiri.
Dalam pandangan Islam perempuan memiliki
kedudukan yang sama dibandingkan dengan laki-laki. Dari sudut penciptaan,
kemuliaan, dan hak mendapatkan balasan atas amal usahanya perempuan memiliki
kesetaraan dengan laki-laki. Sedangkan dalam hal peran perempuan memiliki
perbedaan dengan laki-laki. Peran perempuan yang wajib adalah sebagai anggota
keluarga yaitu sebagai istri dari suami dan ibu bagi anak-anaknya. Sedangkan
peran perempuan sebagai anggota masyarakat dalam urusan muamalah mendapatkan
profesi (pekerjaan) dihukumi dengan rukhshah darurat. Meskipun diperbolehkan
namun harus selalu mementingkan segi kemaslahatan baik bagi rumah tangga maupun
bagi masyarakat. Apabila lebih banyak kemudaratannya bagi keluarga maka profesi
di luar rumah harus ditinggalkan mengingat sesuatu yang darurat tidak boleh
meninggalkan hal yang wajib.
So,
para IPMawati , pelajar putri kebanggaan Muhammadiyah, mari berdiri, tegak,
tampil di muka tanpa melupakan kodrat kita sebagai wanita . J
IPMawati Alia
-Anggota Bidang Advokasi PW IPM Jawa
Tengah-
=====================================================================
Advokasi
adalah sebuah bidang dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah yang diarahkan pada
penyadaran, pendampingan, dan pembelaan terhadap hak-hak pelajar melalui
pengembangan budaya kritis di kalangan pelajar.
Related Posts :
- Back to Home »
- Advokasi , Aku Muslim , Aku-Indonesia , Diary Lovalia , IPM , IPM Tolak Kekerasan , Islam , Jare Aku , Motivasi , Muhammadiyah , Muhasabah , Mutiara Muslimah Shalihah , Pendidikan , Remaja »
- HARI PEREMPUAN INTERNASIONAL : MENILIK KESETARAAN GENDER DALAM PANDANGAN ISLAM
created by Ipmawati Alia. Diberdayakan oleh Blogger.