Posted by : alia machmudia
Rabu, 07 Desember 2011
Bismillah,
Tiap tahun, di bulan Desember, selalu terulang hal yg sama, yakni
‘keributan’ dan debat kusir terkait dengan ucapan selamat Natal. Bagi saya pribadi,
hingga saat ini saya masih berkeyakinan bahwa mengucapkan selamat Natal
(atapun selamat hari Raya besar lainnya) itu berkaitan dengan akidah.
Tapi, saya sendiri menganggap dan yakin bahwa hubungan sosial saya
dengan orang-orang non muslim baik-baik saja tanpa perlu mengucapkan selamat pada
hari Raya mereka. Setidaknya, hubungan saya dengan kawan-kawan saya non muslim alhamdulillah juga biasa-biasa saja. Tanpa ucapan selamat dari saya, toh hubungan
saya dan mereka tidak ada perubahan. Tidak lantas canggung dan ada
perasaan ngga enak.
Adapun jika mereka mengucapkan selamat Idul Fitri atau Idul Adha, ya
itupun hak mereka. Saya pun tidak akan menjauhi apalagi memusuhi temen2
non muslim yg tidak mengucapkan selamat pada saya. Lha wong yg seagama
dan tidak mengucapkan selamat juga saya tidak musuhi.
So, bagi saya, toleransi yg mesti dijalani seorang muslim terbagi
atas 2, seperti judul artikel ini, toleransi sosial dan akidah.
Toleransi Sosial
Yang dimaksud dengan toleransi sosial adalah toleransi yg terkait
dengan kegiatan sosial, atau hubungan dengan sesama manusia. Contohnya:
perdagangan (di pasar), pekerjaan, lalu membangun fasilitas umum
bersama. Bisa juga di dalam urusan teknologi, siskamling bersama,
arisan, dan masih banyak lagi. Intinya, selama tidak ada kaitan
(terutama langsung) dengan agama, bagi saya maka sudah sewajarnya kaum
muslim tetap melakukan kontak dan hubungan.
“Jika ikut mengamankan orang Kristen yg hendak merayakan Natal, apakah termasuk toleransi sosial?”
Dengan tegas, saya jawab “YA”.
“Lho, mengapa? Bukankah tadi anda mengatakan toleransi sosial tidak terkait dg agama?”
Memang betul, bahwa ada urusan orang Kristen yg merayakan Natal, tapi
sebagai seorang muslim, maka kita wajib untuk menjaga lingkungan kita
dari hal-hal yg membahayakan/meneror. Janganlah karena perbedaan agama,
lantas kaum muslim mengkotak-kotakkan jaminan keamanan antara muslim dan
non muslim.
Bukankah Rasululloh SAW sendiri tidak mengganggu kaum Yahudi dan
Nasrani yg ada di Madinah, hingga akhirnya kaum Yahudi (sendiri) yg
melakukan pelanggaran (pengkhianatan) terhadap kaum Muslim. Bahkan saat
Islam (terutama saat Saladin Al Ayyubi)masuk dan menguasai Yerusalem,
tidak ada darah orang Kristen yg tumpah (baca: dibunuh).
Begitu pula saat siskamling. Masa karena ada tetangga yg non muslim,
sehingga penjaga siskamling yg muslim lantas tidak peduli dan membiarkan
rumahnya dicuri/dirampok? Jelas ini tindakan salah!
Toleransi Akidah
Sementara itu, jika yg dimaksud dengan toleransi akidah, maka saya
jelas-jelas akan menolaknya. Termasuk (hingga saat ini, bagi saya) dalam hal
pengucapan selamat Natal (atau hari besar lainnya).
Mengapa?
Yg jelas tidak ada contoh dari Rasululloh SAW mengenai ucapan Natal. Natal sendiri sudah diperingati oleh kaum Nasrani/Kristen sejak 336 M (saya ambil referensi di sini dan sini). Dengan demikian, SEHARUSNYA
jika referensi itu benar adanya, umat Nasrani/Kristen di Semenanjung
Arab mestinya sudah merayakan hal tersebut karena jarak antara kerajaan
Romawi dan Arab tidaklah terlalu jauh.
Dan sebagai seorang Nabi dan Rasul, maka Rasululloh SAW akan
memberikan contoh pertama kali jika memang memberi selamat hari besar
(terutama Natal) itu adalah hal yg baik. Begitu juga yg akan dilakukan
oleh sahabat2 dan ulama2 terdahulu.
Untuk masalah peribadatan, Rasululloh SAW sendiri sudah mencontohkan bahwa TIDAK ADA TOLERANSI DALAM AKIDAH.
Anda bisa lihat dan baca asbabun nuzul turunnya surat Al Kaafiruun,
terutama ayat “Lakum dinukum waliyadin”, bagimu agamamu dan bagiku
agamaku.
Bagi yg belum mengetahui latar belakangnya, saya ceritakan secara singkat saja.
Kala itu kaum Quraisy sudah kehabisan akal untuk menghambat dakwah
Islam yg dilakukan Rasululloh SAW. Maka para pembesar Quraisy mengajak
bertemu dengan Rasululloh SAW, dan dalam pertemuan itu, para pembesar
Quraisy menawarkan ‘jalan damai’ dengan melakukan kompromi dalam ibadah.
Kompromi dalam ibadah yg dimaksud adalah saling bergantian beribadah
kepada Tuhannya masing. Jadi dalam rentang waktu tertentu, kaum Quraisy
akan menyembah ALLOH SWT. Namun di lain waktu, kaum muslim mau ikut
menyembah tuhannya kaum Quraisy.
Maka turunlah ayat ini, yg menegaskan bahwa dalam hal AQIDAH, TIDAK ADA TOLERANSI. Dan jika Natal tidak ada kaitannya dg aqidah, maka mestinya Rasululloh SAW mengucapkan selamat Natal kepada kaum Nasrani.
Nah, dalam perkembangannya, saya melihat bahwa terkadang kaum muslim
‘terpaksa’ mengucapkan selamat Natal (hari besar) kepada non muslim.
Seperti seorang pimpinan (bos) ataupun HRD. Atau bisa juga seseorang yg
sedang berada di negara yg mayoritas non muslim.
Bagi saya, kondisi tersebut adalah terpaksa. Dan selama orang yg
mengucap selamat tersebut memang bisa melindungi akidahnya, ya tidak
apa2. Hanya saja, sepanjang saya tahu, meski saat di Mekkah, kaum
Quraisy mayoritas, toh Rasululloh SAW tidak lantas mengucapkan selamat
hari raya kepada kaum Quraisy saat mereka merayakan hari2 besarnya.
Bahkan jika merujuk ke sini, maka ternyata ada cukup banyak pendapat ulama (dalam dan luar negeri) yg membolehkan mengucapkan selamat Natal.
1. Dr. Yusuf Al-Qaradawi
2. Dr. Mustafa Ahmad Zarqa’
3. Dr. Wahbah Zuhayli
4. Dr. M. Quraish Shihab
5. Fatwa MUI (Majlis Ulama Indonesia) dan Buya Hamka
6. Dr. Din Syamsuddin
7. Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah
8. Isi Fatwa MUI 1981
Sebagai catatan tambahan: para pendapat di atas MEMBEDAKAN UCAPAN NATAL DENGAN IKUT PERIBADATAN NATAL. Dengan kata lain, meski membolehkan mengucapkan selamat natal, tapi untuk (ikut) urusan peribadatan, tetap diharamkan! Jadi, memang tindakan melarang ikut ibadat Natal sudah benar, hanya saja utk ucapan selamat Natal masih menjadi perdebatan.
Sementara fatwa Yusuf Al-Qaradhawi tentang boleh ucapan selamat hari raya agama non Islam itu ada syaratnya
yakni apabila orang-orang Nasrani atau non muslim lainnya adalah
orang-orang yang cinta damai terhadap kaum muslimin, terlebih lagi
apabila ada hubungan khusus seperti: kerabat, tetangga rumah, teman
kuliah, teman kerja dan lainnya. Hal ini termasuk di dalam berbuat
kebajikan yang tidak dilarang ALLOH SWT namun dicintai-Nya sebagaimana
Dia SWT mencintai berbuat adil.
Lagi, bagi saya pribadi, hingga saat ini saya masih berkeyakinan bahwa BELUM PERLU
mengucapkan selamat natal (hari besar) kepada non muslim. Bisa jadi
pandangan saya ini salah dan saya masih perlu dibukakan wawasannya lagi,
terutama jika merujuk pada (minimal) 8 pendapat di atas.
Bagi anda-anda yg merasa boleh dan tidak haram hukumnya utk mengucapkan
selamat Natal (hari besar) kepada non muslim, ya monggo. Toh saya tidak
memaksa anda untuk mengikuti pendapat dan pendirian saya.
Semoga bermanfaat.
[]Lovalia
Related Posts :
- Back to Home »
- Aku Bukan Teroris , Aku Muslim , Aku-Indonesia , Islam , Muhasabah , Mutiara Muslimah Shalihah »
- TOLERANSI AGAMA, SEPERTI APA?
created by Ipmawati Alia. Diberdayakan oleh Blogger.