Posted by : alia machmudia
Rabu, 04 Mei 2016
Barangkali hidup sekeji ini,
Untuk hidup tenang saja, Kami (perempuan) tidak bisa
Keceriaan belia—direnggut para pendosa
#NyalauntukYuyun #NyalaIndonesia
Sejumlah kekerasan
seksual pada anak merebak di sejumlah wilayah di tanah air. Setelah kasus JIS,
mengemuka kasus Pedofil Emon di Sukabumi, lalu kasus RS yang diarak tanpa
busana di Sragen dan sejumlah kasus di tempat lainnya, kini menyeruak pula
kasus pemerkosaan disertai pembunuhan terhadap Yuyun, seorang siswi SMP 5 Satu
Atap Kecamatan Padang Ulak Tanding (PUT), Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi
Bengkulu.
Penyelidikan yang
dilakukan polisi mengungkap bahwa siswi berusia 14 tahun bernama Yuyun bin
Yakin itu diperkosa oleh 14 pemuda hingga tewas. Sebanyak 12 pelaku berhasil
ditangkap dan terancam hukuman hingga 15 tahun penjara sementara dua lainnya
masih buron.
Yuyun, gadis SMP itu
baru pulang sekolah dan melintasi perkebunan aret kala peristiwa naas itu
terjadi. Ketika salah seorang pemuda menarik tangannya Yuyun masih bisa
menepisnya. Tapi ketika empat pemuda lainnya menyeretnya ke kebun karet, ia tak
kuasa melawan. Juga ketika 10 orang lainnya merobek seragam pramuka yang
dikenakannya, mencekik lehernya dan menghantamkan sebatang kayu ke kepalanya.
Yuyun pingsan dan akhirnya meninggal dunia. Mayatnya ditemukan beberapa hari
kemudian dalam keadaan nyaris membusuk. Visum dokter menunjukkan penganiayaan
seksual yang mengerikan.
Memang tidak banyak
media yang menulis berita tentang Yuyun. Pun, tak banyak orang membicarakannya.
Menurut data Spredfast misalnya, kata kunci Yuyun di Twitter mulai naik
grafiknya pada akhir pekan lalu dengan jumlah kicauan lebih dari 1.800 kali -
dipicu oleh inisiatif sejumlah pengguna untuk menggunakan tagar Nyala Untuk
Yuyun sebagai wujud simpati. Padahal, laporan tentang adanya seorang siswi SMP
yang ditemukan tewas tanpa busana itu muncul pada Selasa, 5 April lalu, dalam
beberapa situs berita local Bengkulu.
Pemerkosaan dan
pembunuhan Yuyun ini mengundang kemarahan publik. Tidak saja karena kasus ini
baru tercium media nasional setelah hampir tiga minggu, tetapi juga karena ini
bukan kasus pertama.
Komnas Perempuan
mencatat kasus kekerasan seksual tahun 2016 naik menjadi peringkat kedua dengan
jumlah kasus perkosaan mencapai 2.399 kasus atau 72 persen, pencabulan mencapai
601 kasus atau 18 persen, sementara kasus pelecehan seksual mencapai 166 kasus
atau 5 persen.
Advokasi IPM Jawa
Tengah mengutuk keras peristiwa ini dan menilainya sebagai peringatan keras
bagi pemerintah supaya segera mensahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang
sudah masuk dalam Prolegnas 2016, karena aturan-aturan yang ada sudah tidak
lagi bisa merespon isu kekerasan seksual secara komprehensif.
Penyelesaian kasus
Yuyun dengan menangkap dan mengadili ke-14 pelaku saja belum cukup. Masih ada
kerja panjang untuk mengesahkan payung hukum yang lebih tegas dan sekaligus
mengkampanyekan pendidikan seksual yang lebih komprehensif untuk mencegah
kekerasan berbasis gender, sekaligus mengingatkan secara terus menerus potensi
bahaya yang dialami perempuan dan anak perempuan.
Ada berapa banyak warga
negara Indonesia yang mengalami pelecehan seksual tetapi memilih untuk diam?
Ada berapa banyak yang bernasib seperti Yuyun tapi memilih bungkam? Ada berapa
banyak kasus semacam ini yang tidak terungkap? Kasus pelecehan seksual dan
pemerkosaan berhak mendapat perhatian lebih besar ketimbang drama politik ibu
kota atau kasus korupsi.
Advokasi IPM Jawa Tengah meminta pemerintah untuk turun langsung memberi keadilan bagi Yuyun dan bagi para korban pelecehan seksual lainnya! We must do respect! #NyalauntukYuyun #MadrasahAdvokasi #JanganDiam
Tanpa semua itu, Yuyun
mungkin bukan korban terakhir kekerasan seksual.
IPMawati
Alia
- Anggota Bidang
Advokasi IPM Jawa Tengah-
Related Posts :
- Back to Home »
- Advokasi , IPM , IPM Tolak Kekerasan , Muhammadiyah »
- IPM Jawa Tengah Mengecam Segala Bentuk Pelecehan Seksual
created by Ipmawati Alia. Diberdayakan oleh Blogger.