Posted by : Lovalia
Minggu, 17 Januari 2016
Belakangan ini Indonesia kembali digegerkan
dengan kasus pelecehan seksual dan kekerasan terhadap anak. Adalah RS, seorang
siswi SMP berusia 14 tahun, Warga Dukuh Plempeng, Desa Mojorejo, Kecamatan
Karangmalang, Sragen, Jawa Tengah yang menjadi korban main hakim sendiri pada
hari Ahad 10 Januari 2016. Remaja putri tersebut dituduh mencuri sandal dan
pakaian milik tetangganya yang berujung ia diarak keliling kampung dengan
kondisi tanpa busana.
Akibat dari peristiwa tersebut RS tak ingin lagi
bersekolah dan mencoba bunuh diri dengan menyilet tangannya. Beruntung, aksi
tersebut diketahui ibu kandungnya sehingga remaja yang baru duduk di kelas 1
SMP itu berhasil diselamatkan.
Tentu saja sanksi tidak mendidik itu mendapat
kecaman dari berbagai pihak. Ikatan Pelajar Muhammadiyah melalui Karena
itulah Bidang Advokasinya yang bergerak pada penyadaran, pendampingan, dan
pembelaan terhadap hak-hak pelajar sangat menyayangkan terjadinya peristiwa
ini. Sangat disayangkan hal seperti ini terjadi di masyarakat kita yang katanya
ramah, berbudi luhur dan menjunjung tinggi adat ketimuran.
Kasus ini memang sudah masuk ke ranah hukum dan
pasangan suami istri yang melakukan aksi tersebut terhadap RS akan dikenakan
hukuman sesuai Undang-Undang yang berlaku. Namun, cukupkah hanya sampai di
sini?
Seorang remaja putri yang baru memasuki awal
dunia remajanya diarak keliling kampung tanpa busana dan diteriaki dengan kata
"Maling ... Maling" tanpa ada satu orang pun yang mencegah atau
menghentikan aksi ini. Bukankah hal seperti ini sudah masuk sebagai kategori
kekerasan sekaligus pelecehan terhadap anak?
Setiap anak sejak dia lahir, memiliki hak untuk
hidup,tumbuh, berkembang dan berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi. Maka, sejak lahir anak tersebut harus di asuh dan diperlakukan
selayaknya manusia. Tidak boleh ada yang melakukan kekerasan atau pun
diskriminasi, walaupun hal tersebut dilakukan oleh keluarganya sendiri. Jika
anak melakukan kesalahan hendaknya jangan mengedepankan sanksi untuk memberikan
efek jera, tapi berikanlah arahan dan nasehat. Jika memang harus diberikan
sanksi , maka berikanlah sanksi seuai dengan usia dan juga sanksi yang
mendidik. Jangan sampai sanksi yang diberikan kepada anak adalah sanksi yang
berujung pada kekerasan bahkan pelecehan. Kekerasan terhadap anak merupakan
bagian dari bentuk kejahatan kemanusiaan yang bertentangan dengan prinsip hak
asasi manusia.
Hukum memang harus ditegakkan seadil-adilnya
tanpa pandang bulu. Namun, hukum juga memiliki sisi pertimbangan kemanusian dan
psikologis dan jelas aksi main hakim sendiri seperti ini salah dimana tidak
manusiawi dan pasti akan mengakibatkan trauma psikologis bagi bocah SMP ini.
Sanksi penelanjangan sangat tidak dibenarkan, sanksi yang diberikan kepada anak
itu jauh lebih kejam dari pada perbuatan pencurian yang dilakukan anak ini. Dan
hal ini akan menimbulkan masalah baru lagi di masa depannya. Kekerasan
pada anak memang akan menimbulkan luka psikologis yang berkepanjangan.
Kesalahan yang dihakimi dengan cara yang salah hanya akan menimbulkan dampak
kesalahan yang lebih besar dan fatal.
Kami berharap, pemerintah tidak hanya menjatuhkan
sanksi hukum yang sesuai terhadap pelaku, tetapi juga melakukan advokasi,
pendampingan terhadap korban agar ia bisa kembali hidup normal. Bukan hanya
kepada RS tapi juga kepada anak-anak Indonesia lainnya yang menjadi korban
kekerasan dan pelecehan.
IPMawati Alia
- Anggota Bidang Advokasi IPM Jawa Tengah-
==========================================================================
Advokasi adalah
sebuah bidang yang diarahkan pada penyadaran, pendampingan, dan pembelaan
terhadap hak-hak pelajar melalui pengembangan budaya kritis di kalangan
pelajar.
Related Posts :
- Back to Home »
- Advokasi , IPM , IPM Tolak Kekerasan , Muhammadiyah , Pelajar »
- Ikatan Pelajar Muhammadiyah Jawa Tengah Kecam Aksi Mengarak Siswi Tanpa Busana Di Sragen
created by Ipmawati Alia. Diberdayakan oleh Blogger.