Posted by : alia machmudia
Jumat, 14 Februari 2014
Jujur saja ada rasa bangga ketika orang-orang menyebutku Guru. Sebutan itu menggemakan kemuliaan, mendatangkan kehormatan. Saya disebut mengajar padahal sayalah yang banyak belajar dari praktik kehidupan para murid. Saya dapat menjelaskan rumus-rumus, prinsip-prinsip, konsep-konsep, karena murid sudah menunggu apa yang mau saya katakan. Saya harus membaca terlebih dulu daripada apa yang dibaca murid-muridku. Jika tidak, maka rasa malu mengetuk-ngetuk pintu nurani.
Saat keluarga-keluarga lain sudah melupakan pekerjaan rutinnya. Saat mereka bercengkerama dengan keluarga masing-masing. Saya tak tega dan tak berhenti memikirkan kenakalan murid-murid yang dibawa hingga di manapun mereka berada. Mereka semua adalah murid-murid saya yang harus tetap saya banggakan. Sungguh miris hati ini.
Mendidik adalah bagian terberat selain mengajar. Nilai-nilai harus dipilah lalu diolah untuk kemudian ditanamkan di benak para murid. Sayangnya nilai-nilai yang dianut kebanyakan anggota masyarakat
adalah nilai-nilai keduniawian semata. Dan lebih sayang lagi, nilai keduniawian itu berujung pada hasrat-hasrat hedonisme, konsumtivisme, dan kegermelapan penampilan.
adalah nilai-nilai keduniawian semata. Dan lebih sayang lagi, nilai keduniawian itu berujung pada hasrat-hasrat hedonisme, konsumtivisme, dan kegermelapan penampilan.
Jika saya tanya satu demi satu, semua orang setuju :
Hidup perlu nilai ketakwaan kepada Sang Khalik
Hidup perlu nilai keadilan
Hidup perlu nilai kejujuran
Hidup perlu nilai kesederhanaan
Hidup perlu nilai welas asih
Hidup perlu nilai kebenaran yang hakiki
Hidup perlu nilai ketakwaan kepada Sang Khalik
Hidup perlu nilai keadilan
Hidup perlu nilai kejujuran
Hidup perlu nilai kesederhanaan
Hidup perlu nilai welas asih
Hidup perlu nilai kebenaran yang hakiki
Tapi begitu giliran bertindak hal-hal yang disetujui itu dilanggar sendiri. Bahkan apa yang sudah disumpahkan pada pelantikannya sebagai pegawai, pengusaha, teknisi, konsultan, dan sederet lainnya lagi. Karena itu saya merasa bersalah. Setengah mati saya mengobarkan semangat ketika di kelas
tentang menjalani hidup keutamaan manusia. Namun hasilnya perilaku setengah hati yang saya saksikan. Saya tak bisa mengubah orang-orang menjadi siapa yang saya inginkan. Tetapi kembali lagi ke sebutan penuh kehormatan itu, guru.
tentang menjalani hidup keutamaan manusia. Namun hasilnya perilaku setengah hati yang saya saksikan. Saya tak bisa mengubah orang-orang menjadi siapa yang saya inginkan. Tetapi kembali lagi ke sebutan penuh kehormatan itu, guru.
Harus ada orang yang setia menjaga nilai-nilai dan itu saya rasa menjadi tanggung jawab yang melekat di tubuh dan di jiwa ini. Hingga zaman menyurut dan ajal menjemput.
#jare_aku
[]Lovalia
Related Posts :
- Back to Home »
- Diary Lovalia , Pendidikan »
- Menjadi Guru : Kebanggaanku ... Tanggungjawabku ...
created by Ipmawati Alia. Diberdayakan oleh Blogger.